Kamis, 11 Oktober 2012

Sudahkah Anda Berterima Kasih Pada Anak

Kita sering mendengar anjuran orang tua agar anaknya selalu berterima kasih kepada apapun pemberian yang mereka dapatkan dari orang lain terutama dari orang tua mereka. Tentulah mengejutkan bila ada yang menawarkan atau lebih tepatnya menganjurkan agar orang tua berterima kasih pada anaknya. Dalam account twitter @HasbiParenting pernah ada ajakan "Yuk menjadi orang tua yang pandai berterima kasih pada anaknya." Ajakan ini bukanlah semata-mata ajakan populis yang sekedar mencari sensasi agar tampil beda. No no no no...tidak...saya terlalu jauh dari ketenaran untuk mencari sebuah kepopuleran dengan mengajak orang pada sesuatu yang tidak biasa. Ajakan ini benar-benar beralasan dan memiliki dasar yang jelas. Tidak hanya dari pengamatan, alasan ajakan ini juga berdasarkan pengalaman baik menterapi maupun berbagi dalam berbagai sesi pelatihan maupun coaching. Suatu ketika di sebuah keluarga yang aman-tentram damai harmonis, semua kelihatan baik-baik saja. Anak berbakti pada orang tua, orang tua pun penuhi permintaan anaknya. Ternyata dalam ketenangan dan kedamaian tersebut, keluarga tersebut tidak menyadari petaka yang tengah menimpa anaknya. Ternyata sang anak telah lama menjadi mafia peredaran psikotropika - tidak hanya sebagai pengguna sang anak juga terlibat sebagai pengedarnya pula. Beruntung sang anak belum sempat terjerat oleh perangkat hukum, mungkin karena kepintarannya, ataupun karena kuatnya jejaring yang melindunginya. Hingga akhirnya anak ini pun bisa - dengan hidayah Allah - keluar dari lembah kenistaan tersebut. Memang keberuntungan sering berpihak kepada yang yakin akan kebenaran, tinggal kita sebagai pembelajar bersediakah kita mengambil hikmah dari setiap kejadian. Ternyata dalam kasus keluarga ini, walaupun tidak menekan anak dengan kalimat yang menyudutkan dengan kata-kata yang keras menakutkan, namun ada tuntutan yang tersembunyikan lewat harapan yang disamarkan. Harapan agar sang anak bisa menjadi kebanggaan, agar sang anak bisa membahagiakan memanglah lumrah disampaikan oleh orang tua. Akhirnya anakpun berjuang untuk dapat memenuhi tuntutan dan harapan dari orang tua, dan pada saat inilah tuntutan dan keinginan diri sendiri pun muncul. Maka ketika ia membuat bangga orang tua kemudian iapun mencari kebanggaan dan kepuasan untuk diri sendiri. Ketika ia berhasil memenuhi yang diingini oleh orang tuanya maka iapun mulai mengingini sesuatu yang berbeda sesuatu untuk dirinya sendiri. Bukan untuk orang lain, bukan untuk orang tua, tapi untuk dirinya sendiri. Ketiadaan ucapan terima kasih dari orang tua telah menimbulkan suatu kekosongan pada sang anak, karena itu diapun mencari pemenuhan lewat cara diluar dari kebiasaan. Inilah bentuk lain dari pemberontakan anak atas situasi dan tuntutan pada diri mereka. Karena itu mulai sekarang, wahai para orang tua bersegeralah ucapkan terima kasih kepada anak-anak kita. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena merekalah kita menjadi orang tua. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita jadi lebih giat beribadah. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita jadi lebih rajin bekerja. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita jadi tahu mengapa harus terjaga dan segera berangkat kerja. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita semakin menggantungkan harapan pada Allah SWT. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita lebih bisa berterima kasih. Thanks to my children...Syakira, Fathan, Aisyah & Aqilla. Love you all guys...

Sabtu, 29 September 2012

Konsep Diri Bang Napi

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan berbagi inspirasi untuk teman-teman napi di sebuah lembaga pemasyarakatan di kota Padang. Program sederhana ini bertujuan sangat-sangat mulia yakni berbagi hati disaat mereka berada di titik nadir di garis waktu kehidupan mereka. Bisa jadi saat-saat di lapas ini mereka tersadarkan, tercerahkan, atau bahkan menjadi titik balik kebangkitan di sisa usia mereka. Namun tidak menutup kemungkinan juga buat mereka untuk bahkan menjadi lebih dalam lagi terjerumus di lembah kenistaan. Program "Berbagi Hati Bersama Napi" ini merupakan inisiatif kawan-kawan Dompet Dhuafa dan saya mendapat kehormatan untuk menjadi salah seorang yang mengembangkan konsep serta bentuk kegiatannya. Sejak awal diluncurkan di awal Ramadhan kemarin, program ini terus diperbaiki dan disempurnakan. Setelah jedah cukup lama pasca Idul Fitri, minggu kemarin program ini dimulai kembali dan saya menjadi pemateri pertama. Disamping merefresh yang pernah mereka dapatkan selama Ramadhan, saya menargetkan suatu materi yang bisa menyentuh hati-hati mereka lebih dalam lagi. Materi yang saya bawakan adalah Konsep Diri. Materi dibuka dengan sharing pengalaman masa kecilku yang sederhana namun dengan konsep diri mendorong saya kemudian bisa meraih pendidikan lanjut hingga ke Australia. Beberapa contoh orang-orang sukses dengan konsep diri yang jelaspun menjadi pemikat peserta untuk terus mengikuti program tersebut. Salah satu poin penting dari materi Konsep Diri kemarin adalah "Filosofi Hidup". Fisolosi hidup ditentukan oleh wawasan, dan pengaruh orang yang diidolakan. Ketika ditanyakan siapa saja yang mereka idolakan sebagian besar mereka mengidolakan orang-orang yang secara sosial kemasyarakatan memang bermasalah diantaranya bebeapa artis dan tokoh-tokoh garis keras. (Buat kita staf pengajar di perguruan tinggi bisa kita check siapa saja yang diidolakan oleh mahasiswa kita). Ketika disampaikan betapa masing-masing kita memiliki potensi kebaikan, potensi kesuksesan, potensi kemuliaan, peserta mulai merasakan sebuah pencerahan dan akhirnya mereka pun bisa lebih menyadari apa saja yang membuat mereka harus berada di lapas tersebut. Kepuasan saya sebagai seorang trainer sekaligus seorang therapist terasa ketika melihat wajah-wajah penuh keinsyafan dari para peserta. Setelah acara di tutup, tidak sedikit peserta yang mendatangi pembicara untuk mengucapkan terima kasih dan salah seorangnya berkata: Ternyata filosofi hidup saya selama ini "Ikuti saja kehidupan ini sebagaimana Air" harus dirubah. Yup, karena tidak semua air mengalir ke samudera luas, ada juga air yang berakhir ke comberan bahkan berhenti di septic tank. Kita manusia memiliki kemauan dan kekuatan untuk mengarahkan hidup dan kehidupan kita ke arah yang lebih memberdayakan. Kita manusia bisa menjadi dan harus menjadi orang-orang Sukses dan Mulia. Salam Sukses Mulia...! Follow me in twitter @HasbiParenting

Senin, 06 Agustus 2012

Anak Yg Terabaikan

Begitu banyak orang dewasa yang lupa bahwa mereka pernah menjadi anak-anak, sebaliknya belum ada bahkan takkan pernah ada dalam sejarah bahwa seorang anak pernah mengalami menjadi orang dewasa. Hal ini perlu diingat-ingat ketika kita berhubungan dengan anak-anak. Berhubungan di sini bisa berarti berkomunikasi, bisa juga berarti berinteraksi, ataupun dalam berbasa-basi. Kenapa hal ini penting dibahas? Karena dari prinsip inilah kita membentuk perilaku anak yang kan terus mereka bawa hingga dewasa. Nasib baik kalau perilaku baik yang kita tanamkan lewat prinsip ini (misalnya kemandirian dan kekokohan memegang prinsip), namun sayang-disayang justru banyak sekali attitude dan kebiasaan yang tidak baik yang kita teruskan. Beberapa contoh sikap orang tua yang memperlakukan anak tanpa memandang usianya misalnya ketika mereka meminta tolong. Orang dewasa cenderung memberi perintah ketimbang memperlakukan mereka sebagai seorang pembelajar yang akan meniru apa saja yang mereka alami. Di suatu daerah dengan adat yang melekat mereka punya istilah, untuk berbicara dengan anak kita boleh menggunakan kata yang menurun artinya kata-kata yang berisi perintah dari atasan ke bawahan. Dalam budaya tersebut usia sudah menjadi pembenaran untuk memberikan perintah. Padahal di saat yang lain orang dewasa selalu meminta kepada si anak untuk berkata-kata sopan (menggunakan kata-kata mendaki) ketika hendak meminta kepada orang dewasa. It's no fair isn't it.

Senin, 20 Februari 2012

Like vs Deslike

Suka adalah perasaan subjektif yang sering membutakan. Terkadang kita menyukai sesuatu tanpa alasan yang jelas, namun tak jarang kita menyukai sesuatu karena alasan-alasan tertentu seperti kesamaan, kenikmatan, ataupun kenyamanan yang kita dapatkan dari sesuatu yang kita suka.
Tidak suka (deslike) pun merupakan sesuatu yang juga sangat subjektif. Pada saat yang lain menyukai sesuatu, kita entah karena egoisme kita, atau karena kealfaan kita melihat kelebihan dari sesuatu tersebut menyebabkan kita begitu tidak menyukainya.
Sekarang mari kita lihat untung ruginya ketika kita menyukai atau tidak menyukai sesuatu.
Ketika kita menyukai sesuatu, kita cenderung untuk berfokus pada sisi positifnya dan mengabaikan bahkan menyangkal sisi negatif yang mungkin ada. Sebaliknya, ketika kita tidak menyukai sesuatu, kita cenderung untuk hanya berfokus pada sisi negatifnya dan mengabaikan atau pun tidak menganggap penting kelebihan yang ada pada yang tidak kita suka.
Sebagai contoh, ketika kita menyukai suatu merk motor atau mobil tertentu kita akan mengabaikan ketidaknyamanan yang kita rasakan. Bahkan kita berfikir ada yang salah dari cara kita mengendarai kendaraan tersebut.
Ketika kita tidak menyukai merk kendaraan tertentu, pada saat kita mengendarainya, kita cenderung mencari-cari kelemahan ataupun kesalahan yang ada pada kendaraan tersebut. Alih-alih bertanya kesalahan kita dalam cara mengendarai, ketika cara kita salah dalam mengendarainya kita cenderung menyalahkan kendaraan tersebut.
Nah pelajarannya: ketika kita tidak menyukai sesuatu jangan-jangan sesuatu tersebut memiliki banyak kelebihan dan sangat berguna buat kita. Maukah kita belajar dan mengambil manfaat dari apa yang tidak kita suka?
Ketika kita menyukai sesuatu sudahkah kita benar-benar melihat kekurangan yang mungkin ada untuk kemudian kita perbaiki sehingga kita semakin menyukainya.
Bagaimanapun, semoga anda menyukai tulisan ini...

Selasa, 14 Februari 2012

Mendisiplinkan Anak

Kedisiplinan adalah kepatuhan pada peraturan dan tatanan yang ditetapkan. Karena itu yang pertama sekali dilakukan adalah pembuatan peraturan dan penetapan tatanan yang diinginkan. Contoh, ketika orang tua menginginkan agar anaknya teratur dan disiplin dalam menjaga barang-barangnya, maka orang tua harus menetapkan bahwa setiap kali suatu barang selesai digunakan maka segera diletakkan di tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa prasyarat untuk peraturan tersebut bisa ditegakkan sudah tersedia. Seperti contoh tadi, maka lemari ataupun tempat penyimpanan barang-barang tersebut sudah tersedia dan bisa diakses oleh anak, bila tidak maka kemungkinan besar peraturan tinggal peraturan.
Dan yang terakhir adalah memastikan bahwa ada evaluasi dari setiap peraturan yang hendak ditegakkan. Dengan adanya evaluasi bisa ditentukan konsekwensi dan terlihat tingkat konsistensi sehingga bisa ditentukan sebuah koreksi.

Selasa, 07 Februari 2012

Bermain dengan Bayangan

Everything created twice, itu yang sering kudengar.
Yang kutemui adalah fenomena berikut:
1. Seorang anak SMA pernah mengatakan dia ingin menjadi seorang PENGACARA (pengangguran banyak acara), lalu dia bersekolah hingga menamatkan kuliah di fakultas hukum sebuah perguruan tinggi yang cukup ternama. Bahkan ia sempat mengenyam pendidikan untuk menjadi seorang Pengacara. Yang terjadi adalah sampai saat ini ia menjadi seorang PENGACARA, yang hilir mudik bukan ke ruang pengadilan lalu ke client, tapi dari satu daerah ke daerah lain, tanpa jelas apa yang hendak dicapai. Yah ia menjadi seorang pengangguran yang banyak acara.
2. Seorang anak muda bertemu dengan seorang gadis yang sangat-sangat cantik.Lalu dia mengatakan pada dirinya kalo dia akan menjadi sangat bahagia bila bisa mendapatkan sang gadis sebagai kekasih hatinya. Dan tidak berapa lama mereka pun menjadi pasangan yang selalu berdua.
3. Seorang gadis remaja yang sedang berbunga-bunga karena selalu mendapatkan perhatian dari sang pujaan hati. Tak berapa lama sangat pangeran mendapatkan pekerjaan yang mengharuskannya bertemu banyak orang. Entah karena kasih sayang yang berlebihan, entah karena rasa memiliki yang begitu tinggi, atau karena alasan yang lain, sang gadis selalu mengontrol sang pangeran. Dirinya selalu dipenuhi kecemasan takut kalau sang pangeran direbut orang. Tak menunggu terlalu lama, ternyata sang pangeran sudah diambil orang, tinggallah sang gadis dirudung kesedihan dan hati yang terluka.
Hmm...masih ingat: Everything Created Twice. Once in our mind, then IT becomes REALITY.
Dari ketiga fenomena real yang pernah kusaksikan ternyata kita harus berhati-hati dengan bayangan yang kita ciptakan dalam fikiran yang bisa berbentuk lintasan fikiran, lontaran ucapan, maupun kekhawatiran yang berlebihan.
Pertanyaan untuk orang tua: Bayangan apa yang melintas di kepala kita ketika melihat kelakuan anak kita, komentar apa yang meluncur dari lisan kita disaat melihat perbuatannya, apa kata batin kita pada waktu menyaksikan tingkah polah mereka...?
Pertanyaan untuk pelajar dan mahasiswa: Bayangan apa yang bermain dalam fikiran anda ketika berada di ruang kelas anda, ketika melihat lawan jenis anda, ketika membayangkan kemana anda setelah tamat anda?
Untuk anda yang pelaku bisnis ataupun pemilik usaha: Apa yang terlintas dalam fikiran anda mengenai usaha anda, tentang customer anda, tentang mitra, dan jalannya usaha dua - tiga tahun yang akan datang...?
Untuk anda yang sudah memiliki pasangan: Masihkah wajahnya sama atau bahkan lebih baik seperti dulu saat ia anda impikan...?
Yuk lebih bijak dalam membuat GAMBAR difikiran agar bisa kita nikmati hasil CETAKnya dikenyataan kehidupan kita.

Workshop-Therapy: Smart Parenting


Untuk menjadi seorang banker kita harus kuliah lebih dari tiga semester lamanya, padahal seorang banker bekerja tidak lebih dari 8 jam sehari.
Untuk menjadi seorang chef banyak yang menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, padahal kerjaan chef tidak lebih dari 10 jam dalam sehari.
Untuk menjadi professi apapun dalam keseharian kita, kita akan temukan sekolahnya setidaknya ada pelatihan yang membuat kita menjadi lebih baik dan dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan sempurna.
Lalu bagaimana dengan profesi kita sebagai ORANG TUA? Ketrampilan apa yang sudah kita miliki untuk menjadi orang tua?

Tapi untuk menjadi ORANG TUA (AYAH-BUNDA) yang merupakan FULL TIME JOB, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, tidak banyak yang menyadari perlunya menyiapkan ilmu menjadi ORANG TUA yang bijak.
Untuk itulah Kami menghadirkan acara yang luar biasa, acara yang menjadikan ANDA orang tua yang Bijak dan dihormati oleh anak-anak ANDA.
Acara ini merupakan intisari pembelajaran yang didapat dari pengalaman di ruang therapy, penglaman dengan anak-anak sendiri, pengayaan wawasan dari banyak bacaan yang berserakan mengenai pendidikan anak.
Untuk memastikan tekhnik-tekhnik yang dibahas dikelas benar-benar digunakan di dunia nyata kehidupan orang tua-anak, maka seminggu setelah pelatihan (tanggal 19 Februari) peserta diminta untuk bertemu kembali dan mengevaluasi aplikasi tekhnik yang mereka lakukan di rumah ataupun di kelas (bagi guru dan tenaga pengajar).
Kesempatan luar biasa ini hanya untuk orang tua yang benar-benar menginginkan kesuksesan untuk anak-anaknya, untuk guru-guru yang tulus ingin membimbing siswanya secara lebih bijak, untuk pribadi-pribadi yang ingin terus menginspirasi diri dan orang-orang sekitarnya.
Ikuti workshop ini dan bersyukurlah anda mendapatkan skill menjadi orang tua yang BIJAK.
See you in the class...!