Minggu, 21 April 2013

Untuk Kenyamanan Komunikasi

Dear visitor... Untuk memaksimalkan komunikasi kita silahkan kunjungi personal web saya di www.HasbiParenting.com Silahkan follow twitter saya juga di @HasbiParenting Terimakasih atas kunjungannya Salam Sinergi

Selasa, 26 Februari 2013

Tentang Waktu

Dalam beberapa kesempatan kita sering mendengar pembicara yang mengakhiri sesinya dengan meminta maaf "Karena Keterbatasan Waktu". Di kesempatan lain kita juga kerap mendengar ada yang memberi nasehat "Seiring waktu kepedihanmu kan berlalu". Dari dua pernyataan diatas sekilas kita bisa melihat betapa powerfulnya waktu? Sehingga ia bisa membatasi kita bicara dan pada saat lain dia bisa menyembuhkan kita. Adakah waktu begitu menentukan? Dimanakah letak keinginan dan kemampuan kita? Ataukah waktu begitu lemah dan lalainya sehingga bisa disalah-salahkan karena tidak memberi cukup atau tidak memberi yang benar. (Banyak yang mengatakan: Karena waktu kurang waktu; ada juga yang mengatakan: Karena salah waktu). Hmmm...setelah membaca, menyaksikan, dan merasakan sendiri baik pengalaman pribadi maupun pengalaman dari teman dan client, ternyata ada tiga hal yang bisa menggambarkan apa itu waktu, sehingga kita tidak perlu lagi menyalah-nyalahkan ataupun mengkambing hitamkan waktu. Pertama waktu adalah ASET. Setiap orang memiliki waktu yang sama. Seorang pebisnis kaya raya memiliki waktu yang sama dengan seorang pemulung ataupun pengangguran di pojok jalan. Dua puluh empat jam dalam sehari, 60 menit dalam satu jam, dan satu menitnya tetaplah 60 detik. SAMA PERSIS tak lebih tak kurang. Yang membedakan adalah kemampuan dan kesiapan kita memanfaatkan ASET waktu yang kita miliki. Bagaimana kita memanfaatkannya, mengisinya, dan memaksimalkannya itulah yang membedakan orang sukses dan orang yang terbelakang. Seorang pembicara yang lebih siap pasti bisa mengatur seberapa banyak yang perlu ia sampaikan dengan waktu yang disediakan. Kekurangan waktu yang sering jadi alasan sebenarnya karena kelebihan kata yang ingin disampaikan atau lebih tepat ketidakmampuan mengatur mana yang perlu disampaikan mana yang harus dipersingkat. Selain aset, waktu juga adalah RUANG atau ARENA. Kalau dalam pertania bolehlah kita sebut sebagai sawah ataupun ladangnya. Sawah dan ladang yang kosong takkan menghasilkan apa-apa keuali rumput atau bahkan bisa jadi cuma padang sahara. Aktifitas petanilah yang membuat ladang tersebut menghasilkan kesejahteraan. Waktu yang kita miliki adalah ARENA bagi kita untuk bekerja dan berusaha sehingga lebih bernilai guna. Nilai seseorang ditentukan dari seberapa banyak dia bisa menghasilkan dalam waktu yang tersedia. Orang yang duduk santai berleha-leha tentu tak sama dengan yang bekerja. Ada juga orang yang santai tak bekerja tapi tetap menghasilkan, bagaimana bisa? Dia bisa melakukan itu karena dengan usahanya dia bisa mengupah orang lain untuk mengerjakan ladangnya. Pertanyaan lainnya, apakah waktu menyembuhkan kita? TIME HEALS ME? Jawabannya: TIDAK. Waktu tidak menyembuhkan ataupun menyakitkan seseorang. Aktifitas orang tersebutlah yang membuat dia bisa melupakan kepedihan yang dialami, kegiatan dialah yang membuat dia mampu meninggalkan luka derita yang pernah dirasa. Bagaimana kita mengisi waktu itulah yang menyembuhkan. Ketika tangan terluka, organ tubuh kita bekerja bersama untuk mengatasinya dalam rentang waktu tertentu. Jadi bukan waktu yang menyembuhkan luka, tapi organ tubuh kita yang bekerjasama. Yuk maksimalkan waktu dengan kegiatan yang bermanfaat. Salam Happy Family

Kamis, 11 Oktober 2012

Sudahkah Anda Berterima Kasih Pada Anak

Kita sering mendengar anjuran orang tua agar anaknya selalu berterima kasih kepada apapun pemberian yang mereka dapatkan dari orang lain terutama dari orang tua mereka. Tentulah mengejutkan bila ada yang menawarkan atau lebih tepatnya menganjurkan agar orang tua berterima kasih pada anaknya. Dalam account twitter @HasbiParenting pernah ada ajakan "Yuk menjadi orang tua yang pandai berterima kasih pada anaknya." Ajakan ini bukanlah semata-mata ajakan populis yang sekedar mencari sensasi agar tampil beda. No no no no...tidak...saya terlalu jauh dari ketenaran untuk mencari sebuah kepopuleran dengan mengajak orang pada sesuatu yang tidak biasa. Ajakan ini benar-benar beralasan dan memiliki dasar yang jelas. Tidak hanya dari pengamatan, alasan ajakan ini juga berdasarkan pengalaman baik menterapi maupun berbagi dalam berbagai sesi pelatihan maupun coaching. Suatu ketika di sebuah keluarga yang aman-tentram damai harmonis, semua kelihatan baik-baik saja. Anak berbakti pada orang tua, orang tua pun penuhi permintaan anaknya. Ternyata dalam ketenangan dan kedamaian tersebut, keluarga tersebut tidak menyadari petaka yang tengah menimpa anaknya. Ternyata sang anak telah lama menjadi mafia peredaran psikotropika - tidak hanya sebagai pengguna sang anak juga terlibat sebagai pengedarnya pula. Beruntung sang anak belum sempat terjerat oleh perangkat hukum, mungkin karena kepintarannya, ataupun karena kuatnya jejaring yang melindunginya. Hingga akhirnya anak ini pun bisa - dengan hidayah Allah - keluar dari lembah kenistaan tersebut. Memang keberuntungan sering berpihak kepada yang yakin akan kebenaran, tinggal kita sebagai pembelajar bersediakah kita mengambil hikmah dari setiap kejadian. Ternyata dalam kasus keluarga ini, walaupun tidak menekan anak dengan kalimat yang menyudutkan dengan kata-kata yang keras menakutkan, namun ada tuntutan yang tersembunyikan lewat harapan yang disamarkan. Harapan agar sang anak bisa menjadi kebanggaan, agar sang anak bisa membahagiakan memanglah lumrah disampaikan oleh orang tua. Akhirnya anakpun berjuang untuk dapat memenuhi tuntutan dan harapan dari orang tua, dan pada saat inilah tuntutan dan keinginan diri sendiri pun muncul. Maka ketika ia membuat bangga orang tua kemudian iapun mencari kebanggaan dan kepuasan untuk diri sendiri. Ketika ia berhasil memenuhi yang diingini oleh orang tuanya maka iapun mulai mengingini sesuatu yang berbeda sesuatu untuk dirinya sendiri. Bukan untuk orang lain, bukan untuk orang tua, tapi untuk dirinya sendiri. Ketiadaan ucapan terima kasih dari orang tua telah menimbulkan suatu kekosongan pada sang anak, karena itu diapun mencari pemenuhan lewat cara diluar dari kebiasaan. Inilah bentuk lain dari pemberontakan anak atas situasi dan tuntutan pada diri mereka. Karena itu mulai sekarang, wahai para orang tua bersegeralah ucapkan terima kasih kepada anak-anak kita. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena merekalah kita menjadi orang tua. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita jadi lebih giat beribadah. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita jadi lebih rajin bekerja. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita jadi tahu mengapa harus terjaga dan segera berangkat kerja. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita semakin menggantungkan harapan pada Allah SWT. Berterimakasihlah pada anak-anak kita, karena mereka kita lebih bisa berterima kasih. Thanks to my children...Syakira, Fathan, Aisyah & Aqilla. Love you all guys...

Sabtu, 29 September 2012

Konsep Diri Bang Napi

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan berbagi inspirasi untuk teman-teman napi di sebuah lembaga pemasyarakatan di kota Padang. Program sederhana ini bertujuan sangat-sangat mulia yakni berbagi hati disaat mereka berada di titik nadir di garis waktu kehidupan mereka. Bisa jadi saat-saat di lapas ini mereka tersadarkan, tercerahkan, atau bahkan menjadi titik balik kebangkitan di sisa usia mereka. Namun tidak menutup kemungkinan juga buat mereka untuk bahkan menjadi lebih dalam lagi terjerumus di lembah kenistaan. Program "Berbagi Hati Bersama Napi" ini merupakan inisiatif kawan-kawan Dompet Dhuafa dan saya mendapat kehormatan untuk menjadi salah seorang yang mengembangkan konsep serta bentuk kegiatannya. Sejak awal diluncurkan di awal Ramadhan kemarin, program ini terus diperbaiki dan disempurnakan. Setelah jedah cukup lama pasca Idul Fitri, minggu kemarin program ini dimulai kembali dan saya menjadi pemateri pertama. Disamping merefresh yang pernah mereka dapatkan selama Ramadhan, saya menargetkan suatu materi yang bisa menyentuh hati-hati mereka lebih dalam lagi. Materi yang saya bawakan adalah Konsep Diri. Materi dibuka dengan sharing pengalaman masa kecilku yang sederhana namun dengan konsep diri mendorong saya kemudian bisa meraih pendidikan lanjut hingga ke Australia. Beberapa contoh orang-orang sukses dengan konsep diri yang jelaspun menjadi pemikat peserta untuk terus mengikuti program tersebut. Salah satu poin penting dari materi Konsep Diri kemarin adalah "Filosofi Hidup". Fisolosi hidup ditentukan oleh wawasan, dan pengaruh orang yang diidolakan. Ketika ditanyakan siapa saja yang mereka idolakan sebagian besar mereka mengidolakan orang-orang yang secara sosial kemasyarakatan memang bermasalah diantaranya bebeapa artis dan tokoh-tokoh garis keras. (Buat kita staf pengajar di perguruan tinggi bisa kita check siapa saja yang diidolakan oleh mahasiswa kita). Ketika disampaikan betapa masing-masing kita memiliki potensi kebaikan, potensi kesuksesan, potensi kemuliaan, peserta mulai merasakan sebuah pencerahan dan akhirnya mereka pun bisa lebih menyadari apa saja yang membuat mereka harus berada di lapas tersebut. Kepuasan saya sebagai seorang trainer sekaligus seorang therapist terasa ketika melihat wajah-wajah penuh keinsyafan dari para peserta. Setelah acara di tutup, tidak sedikit peserta yang mendatangi pembicara untuk mengucapkan terima kasih dan salah seorangnya berkata: Ternyata filosofi hidup saya selama ini "Ikuti saja kehidupan ini sebagaimana Air" harus dirubah. Yup, karena tidak semua air mengalir ke samudera luas, ada juga air yang berakhir ke comberan bahkan berhenti di septic tank. Kita manusia memiliki kemauan dan kekuatan untuk mengarahkan hidup dan kehidupan kita ke arah yang lebih memberdayakan. Kita manusia bisa menjadi dan harus menjadi orang-orang Sukses dan Mulia. Salam Sukses Mulia...! Follow me in twitter @HasbiParenting

Senin, 06 Agustus 2012

Anak Yg Terabaikan

Begitu banyak orang dewasa yang lupa bahwa mereka pernah menjadi anak-anak, sebaliknya belum ada bahkan takkan pernah ada dalam sejarah bahwa seorang anak pernah mengalami menjadi orang dewasa. Hal ini perlu diingat-ingat ketika kita berhubungan dengan anak-anak. Berhubungan di sini bisa berarti berkomunikasi, bisa juga berarti berinteraksi, ataupun dalam berbasa-basi. Kenapa hal ini penting dibahas? Karena dari prinsip inilah kita membentuk perilaku anak yang kan terus mereka bawa hingga dewasa. Nasib baik kalau perilaku baik yang kita tanamkan lewat prinsip ini (misalnya kemandirian dan kekokohan memegang prinsip), namun sayang-disayang justru banyak sekali attitude dan kebiasaan yang tidak baik yang kita teruskan. Beberapa contoh sikap orang tua yang memperlakukan anak tanpa memandang usianya misalnya ketika mereka meminta tolong. Orang dewasa cenderung memberi perintah ketimbang memperlakukan mereka sebagai seorang pembelajar yang akan meniru apa saja yang mereka alami. Di suatu daerah dengan adat yang melekat mereka punya istilah, untuk berbicara dengan anak kita boleh menggunakan kata yang menurun artinya kata-kata yang berisi perintah dari atasan ke bawahan. Dalam budaya tersebut usia sudah menjadi pembenaran untuk memberikan perintah. Padahal di saat yang lain orang dewasa selalu meminta kepada si anak untuk berkata-kata sopan (menggunakan kata-kata mendaki) ketika hendak meminta kepada orang dewasa. It's no fair isn't it.

Senin, 20 Februari 2012

Like vs Deslike

Suka adalah perasaan subjektif yang sering membutakan. Terkadang kita menyukai sesuatu tanpa alasan yang jelas, namun tak jarang kita menyukai sesuatu karena alasan-alasan tertentu seperti kesamaan, kenikmatan, ataupun kenyamanan yang kita dapatkan dari sesuatu yang kita suka.
Tidak suka (deslike) pun merupakan sesuatu yang juga sangat subjektif. Pada saat yang lain menyukai sesuatu, kita entah karena egoisme kita, atau karena kealfaan kita melihat kelebihan dari sesuatu tersebut menyebabkan kita begitu tidak menyukainya.
Sekarang mari kita lihat untung ruginya ketika kita menyukai atau tidak menyukai sesuatu.
Ketika kita menyukai sesuatu, kita cenderung untuk berfokus pada sisi positifnya dan mengabaikan bahkan menyangkal sisi negatif yang mungkin ada. Sebaliknya, ketika kita tidak menyukai sesuatu, kita cenderung untuk hanya berfokus pada sisi negatifnya dan mengabaikan atau pun tidak menganggap penting kelebihan yang ada pada yang tidak kita suka.
Sebagai contoh, ketika kita menyukai suatu merk motor atau mobil tertentu kita akan mengabaikan ketidaknyamanan yang kita rasakan. Bahkan kita berfikir ada yang salah dari cara kita mengendarai kendaraan tersebut.
Ketika kita tidak menyukai merk kendaraan tertentu, pada saat kita mengendarainya, kita cenderung mencari-cari kelemahan ataupun kesalahan yang ada pada kendaraan tersebut. Alih-alih bertanya kesalahan kita dalam cara mengendarai, ketika cara kita salah dalam mengendarainya kita cenderung menyalahkan kendaraan tersebut.
Nah pelajarannya: ketika kita tidak menyukai sesuatu jangan-jangan sesuatu tersebut memiliki banyak kelebihan dan sangat berguna buat kita. Maukah kita belajar dan mengambil manfaat dari apa yang tidak kita suka?
Ketika kita menyukai sesuatu sudahkah kita benar-benar melihat kekurangan yang mungkin ada untuk kemudian kita perbaiki sehingga kita semakin menyukainya.
Bagaimanapun, semoga anda menyukai tulisan ini...

Selasa, 14 Februari 2012

Mendisiplinkan Anak

Kedisiplinan adalah kepatuhan pada peraturan dan tatanan yang ditetapkan. Karena itu yang pertama sekali dilakukan adalah pembuatan peraturan dan penetapan tatanan yang diinginkan. Contoh, ketika orang tua menginginkan agar anaknya teratur dan disiplin dalam menjaga barang-barangnya, maka orang tua harus menetapkan bahwa setiap kali suatu barang selesai digunakan maka segera diletakkan di tempat yang telah ditentukan. Selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memastikan bahwa prasyarat untuk peraturan tersebut bisa ditegakkan sudah tersedia. Seperti contoh tadi, maka lemari ataupun tempat penyimpanan barang-barang tersebut sudah tersedia dan bisa diakses oleh anak, bila tidak maka kemungkinan besar peraturan tinggal peraturan.
Dan yang terakhir adalah memastikan bahwa ada evaluasi dari setiap peraturan yang hendak ditegakkan. Dengan adanya evaluasi bisa ditentukan konsekwensi dan terlihat tingkat konsistensi sehingga bisa ditentukan sebuah koreksi.