Selasa, 13 Januari 2009

NLP Milik Siapa?

Jikalau kita mengikuti 'penemuan' NLP dan perkembangannya kita mengetahui bahwasanya NLP dikembangkan dan dibidani oleh dua orang Genius yang ingin menggali dan memodel Human Excelences. Mereka adalah Bandler dan Grinder.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengembang dan pembelajar NLP tidaklah se-excellent ajaran yang dibawa oleh NLP (maaf ini pendapat pribadi). Karena kenyataannya terjadi 'perpecahan' diantara kedua orang Bapak NLP tadi, dan ini terus berlanjut dengan perselisihan dengan pengembang NLP generasi berikutnya yang memanfaatkan NLP untuk tujuan 'komersial' yang cukup 'vulgar' (dikasih tanda petik karena itu pendapat pribadi dan tidak ada comparasinya).
Karena NLP telah dituangkan dalam banyak buku, dihidangkan dalam banyak seminar, diramu dalam banyak workshop, saat ini telah bertebaranlah orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang NLP.
Sehingga tidak heran juga kalo kemudian lahirlah berbagai macam aliran sebagai pengembangan dari NLP dan mereka memiliki atau lebih tepatnya merasa memiliki suatu keunggulan dari satu dengan yang lainnya walaupun sebenarnya memiliki dasar yang sama. Karena memang sebagian besar kita adalah para orang buta yang diminta untuk mendefinisikan seekor gajah yang sama tapi masing-masing kita memegang bagian tubuh gajah yang berbeda.
Atau mungkin juga sebagian pengembang NLP itu sebenarnya melihat suatu benda yang sama namun dengan kacamata yang berbeda, atau waktu melihat yang berbeda, atau tempat mereka melihat tidak sama.
Dengan pengetahuan dan pemahaman subjektif seseorang tentang NLP merekapun merasa dirinya adalah ahlinya atau pakarnya atau mbahnya atau sebutan lain yang menunjukkan bahwasanya mereka telah khatam dalam mempelajari NLP sehingga menjadi tempat bertanya bagi orang yang ingin tahu, tempat memperoleh kabar bagi yang tengah tersesat.
Bila kita menganggap NLP sebagai sebuah ilmu maka kita tidak bisa mencegah seseorang menyatakan dirinya pakar NLP (minimal menurut dirinya sendiri, walaupun kenyataan kadang mereka tidak menerapkan atau mengasosiasikan diri mereka dengan teknik-teknik maupun presuposi-presuposi yang ada dalam NLP). Namun sayang seribu sayang...
Ternyata NLP tidak sekedar sebuah ilmu yang bisa dengan lengkap tertuang dalam satu dua buku, dia bukanlah sebuah apel yang bisa dihidangkan menjadi segelas jus yang setiap orang dapat dengan mudah membuatnya.
NLP lebih dari itu...
Ia adalah attitude, dia adalah metodology, dia adalah technique, NLP adalah manual sebuah super computer yang tidak akan selesai dipahami hanya dengan membaca.
Fenomena yang penulis temui, ada beberapa teman yang mendefinisikan atau setidak-tidaknya menyimpulkan bahwa NLP adalah ilmu positive thinking (dimana kita menggunakan tepatnya mengarahkan otak kita (neuro system kita) supaya terus menerus berfikir positif sehingga kehidupan kita menjadi positife. (bolehlah...)
Ada juga yang menyimpulkan bahwasanya NLP adalah ilmu Hypnosis (what?)
Ada juga yang menganggap NLP adalah ilmu biasa-biasa aja yang semua orang telah menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. (wow...)
Beberapa ilustrasi diatas menggambarkan betapa bahayanya bila seseorang memahami NLP hanya melalui buku tanpa adanya sebuah pelatihan yang komprehensive dimana melibatkan banyak sekali praktek menggunakan teknik2 nlp dan mengembangkan presuposisi dalam kehidupan keseharian. Karena memang NLP adalah sebuah metodology dalam menggali dan memodel human excellence dengan berbagai tekhnik dan didukung dengan banyak presuposisi sehingga setiap orang dengan kekuatan dan sumberdaya yang telah mereka miliki mampu menjadi pribadi yang excellent, mampu keluar dari kotak-kotak pemikiran yang selama ini mencekoki mereka, sanggup memecahkan mental block yang selama ini menjadi penghambat kemajuan mereka.
Dan untuk bisa menguasainya kita harus belajar, praktik, being coached, dan berdiskusi alias sharing dung...
Buat kita-kita yang sudah terlanjur berjualan NLP tapi belum pernah duduk dibangku pelatihan NLP semoga lebih terbuka kesadarannya bahwasanya NLP tidak sesimpel yang ada dalam buku. Ingatlah bahwasanya NLP itu seperti ketrampilan menyetir mobil, banyak orang tahu cara menyetir mobil bahkan bisa mengendarai mobil tapi yang boleh mengendarai mobil di jalan raya apalagi membawa penumpang adalah sopir yang sudah mempunyai SIM.
Buat kita-kita yang sudah menjadi pakarnya NLP mari kita praktikkan dalam keseharian kita sehingga apapun yang kita kerjakan bisa membuat kita lebih associated lagi dengan ilmu nlp.

2 komentar:

  1. Setelah baca NPL jadi tertarik juga ingin belajar lebih dalam ....

    M Arif Faizin

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas komentarnya pak, maaf saya baru bisa membuka kembali blog saya setelah fakum sekian lama. Untuk selanjutnya saya akan mengupdate dengan tulisan yang merupakan transcript acara yang saya bawakan di radio classy 103.4 FM Padang. Siaran tersebut bisa bapak Akses di www.classyfm.co.id setiap hari Selasa pagi jam 7 - 8 dan ulangannya direrun jam 8 - 9 malam.
    Salam keberlimpahan...
    hasbi

    BalasHapus

Thanks for your comments.
May your life fill up with happiness.